Mbah Rifa'i bin Abdul Hadi

Mbah Ahmad Rifa'i Bersama Mbah Zubaidah
Embah Ahmad Rifai merupakan putra ke 9 dari 11 bersaudara keturunan KH. Abdul Hadi-Siti Aminah. Beliau termasuk yang paling kuat mewarisi bakat pengusaha ayahnya. Hal itu terbukti dari usaha konveksi yang paling besar pada zamannya. Mbah Rifai' tergolong seorang dengan karakteristik yang unik karena meskipun mbah beliau pernah mengajar di Mathaliul Falah Kajen, beliau seorang designer di jamannya. Dia adalah spesialis dalam busana Muslim, jauh sebelum trend hijab menjamur seperti saat ini.

Hampir semua keponakannya berguru menjahit pada beliau. Peralatan yang digunakan dapat mengikuti perkembangan pada saat itu, bahkan cukup lebih maju dibanding yang lain. Dari mulai menggunakan mesin jahit ongkelan sampai dengan mesin, padahal saat itu listrik PLN belum merambah Kajen. Ahmad Syafi, putra sulung Mbah Rifai juga berperan penting dalam pesatnya usaha konveksi yang di Kajen. Syafi pada saat itu yang menyuplai diesel yang mesinnya besar sekali, suaranya membahana hingga mengaliri listrik rumah-rumah sekitar, termasuk keluarga KH Junaidi sebelah baratnya.

Sungguhpun begitu, disamping keuletan dalam ekonomi, Mbah Rifa'i adalah memiliki sikap yang istiqamah dengan berjamaah di Masjid dan mengajar Al Quran di ruang tamu rumahnya. Saat ini, keahlian di bidang desain dan konveksi dilanjutkan oleh anak-anakanya yaitu Hj. Nur Azizah dan Zumaroh.

Era Penjajah
Hikayat dari putra sulungnya, Ah. Farhan, Mbah Fa'i merupakan pejuang di era kolonial. Mbah Ahmad Rifa'i muda adalah pebisnis yang juga aktifis di lingkungan masyarakatnya. Masa muda beliau bertepatan pergolakan nasional melawan penjajah Belanda. Mbah Fa'i muda tidak ketinggalan, beliau adalah juga pejuang, beliau dikenal sebagai pemotong senteng. Senteng adalah jaringan kawat kabel telpon sarana komunikasi kolonialis belanda. Sebagai sarana komunikasi tentu saja senteng ini sangat strategis. Gerilya memotong kawat ini tentu memberi efek langsung dalam kegiatan perlawanan. Setiap kali menjumpa senteng ini, mbah Fa'i akan berusaha memutusnya, tentu saja bukannya tanpa resiko.

Mbah Fa'i muda adalah juga pebisnis, pedagang terasi. Kegiatannya ini membuatnya banyak melakukan perjalanan. Suatu ketika di daerah Rembang beliau terjebak razia tentara Belanda yg memeriksa setiap pribumi yang lewat. Menjadi masalah yg fatal sifatnya karena di pinggang beliau terselip sebilah pistol. Dalam antrian razia, yang beliau lakukan adalah berserah sambil merapal sejumlah wirid. Apapun penjelasannya, yang jelas pas giliran beliau, razia dihentikan.

Membayangkan seorang mbah Fa'i dengan pistol terselip di pinggang, dalam ketegasan dan keberanian pergolakan bersenjata, bagi saya masih susah dilakukan. Yang saya kenal beliau adalah orang yg pendiam, santun, tawadlu, lemah lembut, halus tutur katanya. Mbah Fa'i yang pejuang.

Mbah Fa'i juga terlibat dalam aksi pembakaran RSK Tayu yg waktu itu adalah juga markas Belanda. Insiden ini yg kita kenal diprakarsai mbah Mahfudh Salam dan kawan kawannya, yang kemudian membuat beliau ditangkap dan dipenjarakan di benteng Ambarawa.

Untuk para beliau, al Fatihah...
Previous Post Next Post